Mengapa Iklan Indomie Tidak Ada Mienya? : Sebuah Kajian Semiotik


Pernahkah anda menjumpai sebuah iklan yang menarik perhatian anda ? Dari mulai membuat anda senyum-senyum sendiri, meneteskan air mata sampai mengumpat dalam hati, “Gila nih iklan.” Beberapa dekade terakhir ini iklan memang menjadi salah satu jurus ampu untuk menarik hati masyarakat, terutama pada jasa penjualan dan advertise. Para produsen dan pembuat iklan seolah berlomba membuat iklan yang tidak hanya mempromosikan usaha mereka, tapi juga merebut hati pemirsanya melalui tayangan iklan yang menarik. Perlu anda ketahui bahwa para produsen sampai rela mengelontorkan banyak dana untuk hal yang satu ini.

Sumber gambar ; Iklan youtube Indomie 

Salah satu dan mungkin yang menjadi perhatian saya dan juga anda semua adalah iklan Indomie edisi terbaru (tidak ada mienya). Iklan ini rilis pertama kali dirilis pada april lalu yang tidak lain dibuat dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, lengkap dengan disclaimer Mie- nya gak ada kan lagi puasa.” yang jadi pertanyaan adalah selama hampir 40 tahun berseliweran di layar televisi Indonesia, baru kali ini Indomie tak menampilkan gambar mie meskipun dalam rangka bulan puasa. Nampaknya, melalui iklan ini produsen ingin memunculkan tanda yang hanya dari kalangan mereka sajalah yang tahu.
Mengkaji tanda dalam ilmu bahasa dapat dilakukan melalui kajian semiotik. Apa itu semiotik ? Semiotik adalah “Ilmu tentang tanda dan merupakan cabang filsafat yang mempelajari dan menelaah tanda” (Vera 2014:13). Dengan kata lain iklan bisa saja memuat sebuah tanda dari pembuatnya yang dapat dikaitakan dengan kondisi dan lingkungan sekitar. Untuk lebih memahami tanda semotik dalam iklan Indomie perhatikan kutipan iklan berikut.
Disclaimer ; Mie nya gak ada kan lagi puasa.
Lagi puasa ya
Perut boleh kosong
Tapi, tetep jalanin niat baik yuk
Dari rumah ya, jalaninnya
Selamat berpuasa.
Dari tagline di atas ‘Mie nya gak ada kan lagi puasa’ bersama dengan gambar kemasan mie instan yang tidak ada mienya menunjukkan bahwa iklan ini memang dibuat untuk menyambut bulan puasa/ ramadhan. Begitu juga kalimat ‘perut boleh kosong, tapi tetap jalanin niat baik, yuk’ Artinya meskipun dalam kondisi berpuasa kita harus tetap melakukan niat baik yaitu tetap berpuasa seharian penuh dan atau ditambah melakukan kegiatan positif lainnya. Hal ini diperkuat dengan kalimat berikutnya yang mengingatkan kita untuk tetap berada di rumah stay at home yang bisa dikaitkan dengan masa dikeluarkan iklan tersebut,  yaitu saat terjadi pandemi yang mengharuskan semua orang di rumah saja. Analisis seperti mungkin terlihat sempurna dan nampak berhasil memaknai tanda yang diberikan sang pembuat iklan. Namun, apa benar tanda yang diberikan hanya cukup sampai di sini ?
Menjawab pertanyaan ini saya mulai dengan memunculkan kembali pertayaan saya di awal. Jika memang iklan ini hanya dibuat dalam rangka menyambut bulan ramadhan mengapa produsen tidak melakukan hal yang sama di bulan-bulan ramadhan sebelumnya? Adakah ini sebuah pertanda selanjutnya yang dapat dikaji?
Untuk lebih memahami sebuah tanda kita bisa mengaitkannya dengan latar belakang dan kondisi saat sistem tanda itu dibuat. Iklan ini dibuat pada saat bulan april yang bertepatan dengan moment ramadhan dan juga bertepatan dengan merebaknya pandemi korona. Di awal tagline disebutkan bahwa ‘Mienya tidak ada karena sedang puasa.’ Secara sederhana dapat diganti dengan ‘Makanannya tidak ada karena sedang puasa.’  Puasa pada makna kedua tentu bukan lagi sebuah proses peribadatan, melainkan sebuah kondisi saat tidak ada makanan yang menyebabkan seseorang harus menahan lapar/ puasa.
Pada kalimat berikutnya kita juga diimbau meskipun ‘perut kosong’ atau dalam kondisi lapar kita harus tetap menjalani niat baik. Niat baik yang dimaksudkan adalah tetap berada di rumah meski perut kosong karena dengan berada di rumah berarti kita telah berbuat baik untuk menekan pertumbuhan virus. Hal ini diperkuat dengan kalimat berikutnya yang mengintruksikan pada kita untuk menjalankan niat baik kita tadi (tetap berada di rumah meski perut kosong) dari rumah saja.
     Well, Selamat berpuasa bagi yang mengalaminya.



Mengapa Iklan Indomie Tidak Ada Mienya? : Sebuah Kajian Semiotik Mengapa Iklan Indomie Tidak Ada Mienya? : Sebuah Kajian Semiotik Reviewed by Sarjana Sastra on 04:19 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.