Ketika Lebaran (Tak bisa) di Rumah
Tak ada yang lebih tabah
Dari anak rantau di bulan Mei
Di rahasiakannya rintik rindunya
kepada potret kampung halaman nan berbunga itu.
Tak ada yang lebih bijak
Dari anak rantau di bulan Mei
Dihapuskannya jejak-jejak keinginan pulang demi
mencegah penyebaran virus yang bisa terjadi di jalan
itu.
Tak pernah terbayangkan oleh Nimas
Anggraini Kencanasari (19), Mahasiswa asal Madiun yang saat ini sedang kuliah
di Jakarta untuk menikmati momen lebaran tanpa keluarga karena situasi pandemi.
Padahal tahun sebelumnya saat menjelang lebaran seperti ini ia sudah sibuk mempersiapkan
diri dan mempacking barang-barang yang harus ia bawa saat pulang
kampung.
“Iya kak, gak bakal pulang ke Madiun
dalam waktu dekat,” ujarnya via chat.
Tentu Nimas tidak sendiri, ia bersama
ratusan bahkan ribuan mahasiswa lain di Jakarta yang juga harus berkutat di dalam
kosan saja dan menepis rindu terhadap hangatnya momen lebaran di kampung
halaman. Teruntuk Nimas, dia juga harus menuda keinginannya untuk bisa nyekar
ke makam mendiang ayah dan kakaknya. Padahal sudah satu tahun terakhir ini dia
tidak sambang ke sana karena liburan semester lalu ia juga tidak pulang.
“Februari kemarin aku gak bisa pulang
karena ada acara organisasi di kampus. Aku sudah merencanakan bakal pulang pas
lebaran nanti, tapi ternyata tidak bisa,” ia bercerita.
Rasa kangen terhadap keluarga yang
sudah satu tahun tidak ditemuinya itu kadang menghantui pikiran. Tapi apalah
mau dikata, keputusan inilah yang terbaik untuknya dan keluarga. Ia tidak mau membahayakan
diri sendri atau orang lain di kampungnya hanya karena keegoisannya untuk nekat
pulang kampung. Beruntung orang tua Nimas bisa memahami kondisi putrinya dan
tidak memaksa untuk pulang kampung saat lebaran, seperti beberapa kasus yang
menimpah teman seperantauannya. Ia mengaku tabah dan ikhlas menjalani ini
semua.
Tak pernah mati gaya meski tak bisa
pulang ke rumah
Penetapan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) di Jakarta yang diberlakukan sejak 10 April membuat Nimas tak
punya banyak pilihan selain mendekam di kamar kosnya di Jalan Pemuda, Jakarta
Timur. Semua tempat umum ditutup, transportasi umum tidak beroperasi lagi dan
toko-toko pun tutup. Gadis itu hanya keluar rumah saat makan sahur dan berbuka
puasa saja, selebihnya ia habiskan di kamar kos. Bosan? Sudah pasti. Kendati
demikian tidak membuat Nimas harus kehilangan cara untuk tetap berdiam diri di
kosan saja. Selain mengerjakan tugas kuliah online dari dosennya, ia juga
menyempatkan diri untuk mengasah skill dan bakat terpendamnya di bidang
masak-memasak. Maklum perempuan.
“Aku suka coba-coba bikin kue aku
juga sebenarnya suka masak dan banyak waktu luang juga kan,” katanya.
Yang istimewa Nimas membuat kuenya
bukan dari mixer atau alat-alat pembuat kue pada umumnya. Anak kosan yang paripurna tingkat kekreativitasannya ini membuat kue dengan menggunakan magicom.
Ya, Benar Magicom. Siapa yang menyangka alat penanak nasi ini ternyata bisa
juga digunakan untuk membuat disert yang enak saat berbuka puasa. Nimas
juga rupanya tidak pelit untuk membagi kue hasil eksperimennya ini kepada
teman-teman kost dan warga sekitar.
Sahur dan Buka Puasa Gratis
Menjalankan puasa di tenggah wabah
memang tak semudah kelihatannya. Saat jumlah pasien positif korona makin
meningkat, sejalan dengan semakin diperketatnya peraturan PSBB di kota Jakarta
membuat anak rantau seperti Nimas tak punya banyak pilihan selain patuh dan
menerima keadaan. Untuk masalah sahur dan berbuka puasa Nimas mengaku beruntung
karena kumpulan Alumni di kampusnya menggalang dana untuk program sahur dan
buka puasa gratis bagi mahasiswa yang masih bertahan di sekitar kampus.
Sistemnya makanan itu dititipkan
di beberapa warteg di daerah Pemuda dan Rawamangun. Mahasiswa yang hendak melakukan
sahur dan berbuka puasa tinggal datang untuk mengambil makanan ke warteg yang
ditunjuk. Adanya gerakan peduli mahasiswa ini tentunya menjadi pelipur lara
tersendiri bagi Nimas dan mahasiswa rantau lainnya di tengah situasi pandemi dan
hegemoni merayakan lebaran di kampung sendiri.
Di momen yang serba sulit ini Nimas
juga berpesan pada semua mahasiswa /anak rantau yang masih harus berjuang di
Jakarta dan tidak bisa pulang kampung tahun ini, “Nikmati saja, tidak perlu
dibuat susah. Kalian tidak sendiri kok. Lagi pula untuk bertemu keluarga kan
bisa lain waktu, tapi kesehatan mereka adalah yang nomor satu.”
Ketika Lebaran (Tak bisa) di Rumah
Reviewed by Sarjana Sastra
on
05:36
Rating:
No comments: