Cerpen | O.D.P
Sejak ditetapkan sebagai desa tanggap pandemi, Desa Suka Maju
memang sering jadi bahan pembicaraan. Penetapan status baru ini juga bukan
tanpa sebab. Sebelum Gubernur Ibu Kota dengan bangga mengumumkan pembatasan
sosial di wilayah mereka, lurah kami sudah terlebih dahulu merumahkan
setiap warganya jauh sebelum kata masker, APD dan handsanitizer
berseliweran di telinga. Anjuran memasang kran air dan cuci tangan
tak ubahnya rutinitas harian yang tak perlu dikoar-koarkan. Jangankan terciduk
nongkrong di warung kopi, seumpama mertua mereka merenggek di depan rumah pun tak
akan mereka bukakan pintu.
Perlu kusampaikan di awal bahwa selain ditetapkan sebagai desa
tanggap pandemi, Desa Suka Maju juga telah mengantongi penghargaan bergengsi lainnya
seperti; 3 kali berturut-turut penghargaan Adipura Kencana, Desa Terbaik
kategori Pembedayaan Masyarakat, Masyarakat Sadar Hidup Sehat, Desa
Maju kategori Pengelolahan Bank Sampah Terbaik dan masih banyak lagi.
Mereka semua hidup dalam damai dan tentram sebelum kedatangan Kasmiyatun, TKI
dari Malaysia yang dipulangkan paksa pemerintah setempat karena diduga positif
terjangkit virus.
Karena masih berstatus sebagai warga desa Suka Maju, pemerintah
daerah kemudian menunjuk desa itu sebagai tempat karantina mandiri Kasmiyatun selama
14 hari. Kredibilitas desa Suka Maju setidaknya cukup membuat Pemda sedikit
bernapas lega. Sebab Kelompok Tugas Penanganan Virus (KTPV) yang dibentuk
pemdes beberapa hari yang lalu akan mengambil alih seluruh kewajiban dan tugas
mereka terkait penanganan kasus ini. Satu kamar khusus di blok belakang bekas
ruang perpustakan sudah disediakan sebagai kamar isolasi dengan fasilitas
lengkap. Bahkan, jauh sebelum kepulangan Kasmiyatun skenario penanganannya
sudah ramai dibahas. Seperti malam ini misalnya, Pak Lurah beserta staff dan
para ahli sedang mengelar rapat koordinasi penanganan kasus Kasmiyatun. Ia akan
dipulangkan esok hari.
“Kita harus mengupas tuntas masalah ini,Pak Lurah. Kasus ini harus
segera ditindaklanjuti.” Ujar salah satu perwakilan warga yang hadir dalam rapat
itu.
“Betul, apa jadinya jika desa kita yang notabane desa tanggap
pandemi ternyata warganya positif terjangkit virus.” Ujar lainnya. Pak Lurah
ikut manggut-manggut membenarkan apa yang dikatakan warganya. Apa jadinya jika
citra desa yang selama ini ia bangun dengan susah payah harus jatuh hanya
karena salah satu warganya dinyatakan sebagai ODP (Orang dalam Pantauan). Lebih-lebih, ODP dengan riwayat perjalanan dari
luar negari rentang statusnya untuk diganti sebagai PDP atau bahkan posisif
virus.
“Tidak ada cara lain, kita harus mempercepat masa deteksi virus
sebelum hari ke-14.” Lainnya menimpali. Pak Lurah menangapi pernyataan ini
dengan serius, diliriknya petugas medis yang juga turut hadir.
“Apakah itu mungkin untuk dilakukan, Dok?”
”Dengan fasilitas dan tenaga medis yang kita punya sekarang, saya
rasa itu bukan hal sulit.” Ujar dokter meyakinkan.
“Bagaimana kalau ternyata Kasmiyatun sudah terjangkit virus sebelum
kita periksa, Pak lurah?”
“Itu sebabnya besok tim penjemputan harus memastikan ODP tidak
melakukan kontak langsung dengan siapapun. Sampai di bandara langsung saja
dibawa ke ruang karantina. Pastikan semua rute jalan yang dilalui steril dari
warga.” Ucap Pak lurah menutup rapat koodinasi. Rapat koordinasi seperti ini
akan terus dilakukan selama beberapa hari kedepan guna melaporkan langsung
perkembangan Kasmiyatun di rumah karantina.
Esok harinya saat kepulangan, sesuai dengan skenario
penjemputannya, Kasmiyatun langsung dibawah ke ruang karantina. Ia langsung didudukkan
di bangku ditemani tiga orang yang masing-masing terdiri dari; dokter spesialis
paru, kepolisian dan psikolog. Mereka bertiga kompak bertanya seputar kegiatan
yang dilakukan Kasmiyatun akhir-akhir ini. Orang ketiga khusus didatangkan guna
mendeteksi kebohongan yang mungkin saja dilakukan Kasmiyatun. Para petugas
tentu tidak mau mati konyol hanya karena pasiennya tidak berkata jujur.
Setelah cukup lama
diinterogasi, kini giliran dokter yang mengecek suhu badan dan mengambil sampel
darah untuk uji laboratorium. Rangakain proses seperti rekam paru-paru dan
pengambilan lendir hidung pun turut dilakukan. Usai menjalani pemeriksaan dokter,
kini giliran tim kepolisian yang mengambil alih. Pak polisi bertanya riwayat
perjalanan dan menyuruh untuk menyebutkan nama-nama orang yang ia temui dua
minggu terakhir. Data ini akan digunakan untuk antisipasi penyebaran virus.
Termasuk di dalamnya rencana penyemprotan disinfektan pada rute yang dilalui
Kasmiyatun. Terakhir adalah sesi konseling bersama psikolog. Proses ini
sekaligus menjadi penutup proses karantina hari pertama. Bagaimanapun juga
mereka tahu jiwa Kasmiyatun sebenarnya terguncang menerima kenyataan ini. Metode
calm and down diharapkan mampu meregangkan ketegangan yang bergejolak
dalam jiwanya. Hari pertama karantinapun selesai. Ketiga petugas introgasi harus
kembali ke rumah masing-masing bertemu sanak keluraganya, sedangkan Kasimyatun harus ditinggal seorang
diri lengkap dengan larangan untuk tidak boleh bertemu sanak famili atau
siapapun selain petugas yang ditunjuk kelompok penanganan virus.
Menjelang dini hari, saat Kasmiyatun sudah terlelap dalam mimpinya,
hasil tes cepat Kasmiyatun sudah keluar. Ia dinyatakan aman dengan suhu badan rata-rata
harian dibawah 37° celcius.
Hanya saja sistem imun tubuhnya rendah. Kasmiyatun perlu program perencanaan
pola makan dan olaraga yang tepat agar daya tahan tubuhnya meningkat. Akan
sangat berbahaya jika daya tahan tubuhnya rendah karena virus bisa menjangkit
kapan saja pada raga yang lemah.
Hari kedua karantina, sekarang giliran Ibu-ibu dari kelompok Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat datang berkunjung. Mereka akan membuat daftar menu makanan
yang harus dikonsumsi Kasmiyatun selama karantina. Meraka juga membacakan
pantangan yang harus dijauhi Kasmiyatun seperti; tidak boleh makan gorengan,
tidak boleh mengkonsumsi minuman dengan es dan terlalu banyak kopi, tidak boleh
merokok, tidak boleh begadang, harus banyak mengkonsumsi protein ditambah konsumsi
temulawak sebagai antibodi tambahan. Ibu-ibu ini pula yang akan bertugas
mengontrol pola olaraga harian Kasmiyatun. Saban hari setidaknya Kasmiyatun
harus melakoni shit up minimal 25 kali, push up 25 kali, lari treat
mill 20 menit, yoga selama 20 menit dan terakhir senam zumba. Khusus yang
terakhir ini adalah favorit para ibu-ibu, setidaknya kecuali Kasmiyatun. Ia tak
banyak paham tentang lagu-lagu barat. Ritme seperti ini berjalan sukses sampai
hari ketiga karantina.
Hari keempat karantina sebenarnya juga tidak jauh berbeda dari
hari-hari sebelumnya. Hanya saja di hari ini Kasmiyatun diharuskan lebih banyak
mengkonsumsi obat dan merelahkan lengan kirinya memar sebab sering disuntik
vaksin. Meskipun rutin mengonsumsi sayur dan buah, juga rutin berolah raga, nyatanya tak membuat
dayah tahan tubuh Kasmiyatun meningkat, malah sebaliknya cenderung menurun.
Berdasarkan hasil keputusan tim penanganan kasus virus yang dipimpin langsung oleh
Pak Lurah ini, memutuskan untuk menambah beberapa vaksin dan vitamin pada Kasmiyatun.
Guna meminimalisir perkembangan virus di dalam tubuhnya. Tepat di hari kelima
karantina, untuk pertama kalinya suhu badan Kasmiyatun mencapai 39° celcius. Dokter mengatakan bahwa hal ini hanya efek dari pemberian
vaksin. Tubuh Kasmiyatun dipaksa beradaptasi dengan lingkungan yang baru
sehingga menghasilkan ketegangan sendiri antar sel yang kemudian berujung dengan
naiknya suhu tubuh Kasmiyatun.
Namun, pernyataan dari dokter ini nampaknya tidak begitu menjamin. Pasalnya,
sore hari setelah ibu-ibu dari kelompok masyarakat hidup sehat hendak melakukan
senam zumba. Mereka mendapati Kasmiyatun terbatuk-batuk di sudut ruangan dengan
nafas yang tidak teratur. Hal ini dilakukannya berulang kali. Seluruh ibu-ibu yang
hapal betul gejalah awal penularan virus ini langsung panik. Mereka langsung
lari berhamburan mencoba menyelamatkan diri masing-masing. Sore itu senam zumba
diakhiri bahkan sebelum masuk pada gerakan inti. Berita mengenai Kasmiyatun
yang diduga terdampak virus pun menyebar begitu cepat. Bahkan, lebih cepat dari
penyebaran virus itu sendiri. Seluruh warga di dalam rumah masing-masing mengutuk
Kasmiyatun sebagai dalang pembawa virus. Mendadak akun media sosial Pak lurah
diserbu hujatan dan tuduhan menyakitkan.
“Kasmiyatun harus dicek ulang. Saya juga tidak mau lagi berhubungan
langsung dengan dia. Saya tidak mau tertular virusnya Kasmiyatun.” Ujar
perwakilan ibu-ibu mengaduh dalam rapat koordinasi pada malam harinya.
“Jangan gegabah, hasil resmi labnya masih belum kita ketahui. Belum
tentu dia positif.”
“Apa yang perlu diragukan lagi ? Gejalahnya sudah nampak. Saya dan
ibu-ibu yang lain juga menyaksikan sendiri. Terserah kalau Pak Lurah ngotot mau
meneruskan progman ini, saya tetap tidak mau terlibat.”
“Program karantina harus tetap berjalan karena ini adalah
pemerintah daerah.” Ujar Pak Lurah.
“Tapi kita harus tetap waspada pak lurah jangan sampai niat baik
kita malah membunuh kita semua.” Lainnya berpendapat.
“Begini saja, saudara-sudara, kita lakukan karantina online. Pasang
CCTV di kamar Kasmiyatun untuk monitoring. Semua jadwal konsultasi kita ubah
jadi online. Semua obat dan makanan juga sudah harus dipasok di kamarnya. Dengan
begitu tidak ada kontak langsung dengan ODP.”
“Ide yang bagus. Karantina tetap jalan kita semua aman. Mulai besok
seluruh penangangan Kasmiyatun dilakukan melalui online.” Semuanya pun sepakat.
Sesuai putusan, di hari keenam tidak ada lagi jadwal tatap muka
dengan psikolong atau dokter untuk melaporkan perkembangan harian. Ibu-ibu dari
kelompok masyarakat hidup sehat juga tidak perlu datang langsung mentrainer
Kasmiyatun. Semua proses kegiatan diambil alih oleh layar monitor 24 inci yang
bekerja 24 jam nonstop. Tak ada kunjungan, tidak ada senam, tidak ada sesi
konsultasi, tidak ada calm and down, tidak akan ada orang yang datang.
Petugas pengantar makanan dan pemberi vaksin pun menemuinya dengan rasa
antipati. Selesai bertugas mereka langsung pergi, tak ada basa basi tentang
cuaca atau kabar baik yang perlu dibagi. Semua berperilaku seolah Kasmiyatun
adalah sumber virus yang harus dijauhi. Kasmiyatun mulai merasa kehilangan
orang-orang.
Hari Karantina ketujuh. Semua warga dihebohkan dengan kabar
meninggalnya Kasmiyatun di ruang karantinanya. Meski hasil lab resmi belum
keluar, namun warga menuntut Kasmiyatun dimakamkan sesuai prosedur pemakaman
bagi pasien positif terjangkit virus. Jasad Kasmiyatun harus ditutupi plastik
tebal, pemakamannya tak boleh dihadiri banyak orang. Semua baju dan alat yang sempat
dipakai Kasmiyatun harus dibakar. Sanak keluarga tak kuasa menahan tangis
ketika keputusan ini dikeluarkan. Belum sempat rindu tertuntaskan, pilu datang
menyayat sembilu. Apa mau dikata ? Inilah demokarasi, pemilik suara terbanyak
adalah penentu kebijakan.
Kematian Kasmiyatun memberikan dampak yang luar biasa. Desa Suka
Maju sudah bisa kembali hidup tenang dan damai seperti semula. Masyarakat tidak
perlu khawatir lagi karena sudah tidak ada sumber penyakit desa mereka.
Predikat desa sehat, desa asri, desa peduli kesahatan dan desa tanggap pandemi sukses
dipertahankan.
Sampai suatu hari di hari keempat belas, tepat setelah tujuh hari
jasad Kasmiyatun dikebumikan hasil resmi laboratoriumnya keluar. Kasmiyatun
dinyatakan negatif dari virus. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebab
kematian Kasmiyatun. Kelompok Tugas Pengangan Virus dalam jumpa pers
mengatakan, “Kami sangat berduka dengan meninggalnya Kasmiyatun. Kami sudah
berusaha yang terbaik selama karantina. Saudara meninggal karena faktor dalam jiwanya sendiri. Rasa tertekan
karena status barunya sebagai ODP, ditambah lagi rasa kerinduan bersama
keluarga yang tak bisa ia temui selama karantina.” Ujar ketua penangangan virus.
Setidaknya selama tujuh hari bersama mereka jadi mengenal betul sosok
Kasmiyatun. Ketika dikonfirmasi mengapa pemakaman Kasmiyatun menggunakan SOP
pasien positif virus meskipun hasil labnya negatif, mereka menjawab “Itu kami lakukan sebagai
langkah prefentif penyebaran virus untuk melindungi waga suka maju.” dan jumpa
pers pun ditutup. Sejenak kemudian mecuat pertanyaan, benarkah Kasmiyatun
sengaja di bunuh karena memang positif virus dan hasil labnya dipaslukan
semata-mata untuk mejaga reputasi Desa Suka Maju sebagai desa tanggap pandemi ?
Cerpen | O.D.P
Reviewed by Sarjana Sastra
on
08:02
Rating:
No comments: