Merapal Arah Pendidikan Kita setelah Pandemi
Sumber foto ; kemendikbud.go.id |
Sejalan dengan pemberlakuan kegiatan belajar dari rumah yang
sekiranya mungkin akan terus diperpanjang (bahkan ada wacana sampai akhir
tahun) membuat para orang tua, guru, dan siswa menjadi gunda gulana. Banyak
yang meragukan keefektifan pembelajaran jarak jauh yang selama ini dirancang
sebagai penganti proses pembelajaran di kelas. Sistem belajar online dianggap
belum mampu memfasilitasi kegiatan belajar mengajar siswa. Bagaimana kalau anak-anak
tidak dapat menguasai materi yang sudah diberikan? Dijelaskan langsung saja
masih banyak yang belum paham apalagi hanya melalui rangkuman materi atau sebuah
tayangan video. Belum lagi siswa yang orang tuanya punya kesibukan lain di luar
rumah.
Melakukan pembelajaran daring (online) memang sangat berbeda
dengan pembelajaran langsung di kelas. Dalam pembelajaran konvensional guru
bisa leluasa menjelaskan pelajaran yang dirasa kurang dipahami siswa. Bagaimanapun
juga melakoni pembelajaran menggunakan perantara memang tak semudah anjuran-anjuran
normatif yang sering dikampanyekan. Terlebih, tak semua sekolah mempunyai
fasilitas yang sama. Saya terharu sekaligus prihatin di Madura ada seorang guru
yang harus mendatangi satu persatu muridnya di rumahnya masing-masing demi bisa
menyelengarakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini memang mulia, tapi tentu
bukan arah pendidikan kita.
Pandemi yang sudah hampir dua bulan mendiami negara kita ini memang
memberikan dampak yang singnifikan di berbagai bidang, salah satunya di bidang
pendididikan. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka hal ini akan mengubah
arah, tatanan dan gaya belajar yang lama. Guru, siswa dan orang tua dipaksa
untuk mengikuti ritme perubahan tersebut atau mereka akan tertinggal. Sejarah
membuktikan hanya orang-orang yang adaptiflah yang akan dapat bertahan dan
melanjutkan tatanan kehidupan.
Setelah pandemi berakhir pembelajaran menggunakan teknologi akan
jadi semakin masif. Anak-anak sudah
tidak akan asing lagi untuk mengerjakan tugas via google form,
berdisikusi dengan zoom, atau hanya sekadar bermain game edukasi di quiziz.
Dampak bagi guru pun cukup diperhitungkan. Guru yang semula hanya mengandalkan
media pembelajaran seadanya dan terkesan semaunya di era pandemi ini dituntut untuk
bisa lebih kreatif dan berkenalan dengan aplikasi-aplikasi penunjang
pembelajaran yang sudah disebutkan di atas. Nama baik guru pun akan
dipertaruhkan. Guru yang mengajar ala kadarnya akan dengan sangat mudah
terdeteksi oleh siswa, orang tua, kepala sekolah, rekan kerja mereka sendiri. Skill
dan gaya belajar yang baru ini akan terus mereka bawa di pembelajaran berikutnya,
bahkan setelah pandemi. Hal ini akan sangat menunjang mereka dalam
mempersiapkan era pendidikan baru yang digagas pemerintah dengan tagline
merdeka belajar (pemangkasan jam belajar, belajar di mana saja dan kapan saja)
yang konon katanya akan dimulai tahun depan.
Bagaimana dengan siswa kita yang tidak bisa mengakses penuh proses
belajar mengajar selama pandemi? Akankah mereka tertinggal? Jawabannya bisa iya
atau tidak. Hal ini bergantung bagaimana pola asuh dan kegiatan mereka selama
pandemi. Dalam hal ini perlu kerjasama yang erat antara guru, orang tua dan
siswa. Guru perlu memberikan materi ajar yang ringan berbasis pengembangan
karakter. Tugas proyek berbasis sosial kemasyarakatan juga bisa ditempuh dalam
rangka menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi pada anak. Dengan kata lain meskipun
secara pengetahuan mereka sedikit tetinggal mereka tetap bisa mengimbangi
pendidikan karakter yang sudah mereka dapat. Hal ini tentu hanya akan terjadi jika
guru sebagai perencang pembelajaran dan orang tua sebagai pengawas di rumah
bisa berkerja sama dengan baik. Jika dua syarat ini diabaikan maka mengharapkan
anak bisa tetap belajar di tengah pandemi dan akses belajar yang sulit hanya akan
jadi mimpi.
Merapal Arah Pendidikan Kita setelah Pandemi
Reviewed by Sarjana Sastra
on
20:29
Rating:
No comments: