Menyikapi Kekalahan Timnas Indonesia dan Pentingnya Punya Mental Kuat bagi Generasi Muda

 


Pupus sudah harapan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat menyaksikan permainan apik nan heroik Asnawi dkk, atau minimal bermain imbang kontra Thailand pada leg pertama final Asean Football Federation (AFF) 2020 Rabu (29/12) kemarin. Suluru tangis pecah, hampir sebagian besar pecinta sepak bola Indonesia yang tahu betul bagimana perjalanan Garuda Muda Indonesia di turnamen dua tahunan ini, memilih langsung mematikan tayangan tv atau yang kebetulan sedang nobar--memilih mangkir dari kerumunan bahkan jauh sebelum gol ke-4 Thailand kembali membobol gawang Nadeo di menit ke 83. Sedih, sesak, dan tiba-tiba pendiam, mungkin jadi gejala paling dominan yang dialami supporter Indonesia tadi malam.

Sejatinya, permainan yang ditujukan oleh Egy Maulana Fikri dkk, dalam turnamen ini khususnya, bukanlah permainan yang buruk. Mengalahkan Singapura 4-2 di leg ke-2, menahan imbang Vietnam, dan memulangkan Malaysia di fase penyisihan grup adalah prestasi yang luar biasa. Menariknya, itu semua diraih oleh tim dengan komposisi pemain termuda. Lantas mengapa pada leg pertama kontra Thailand, Timnas Indonesia bisa sampai kebobolan 4-0? Pelatih Utama, Shin Tae Yong dalam konferensi persnya menyebutkan “Skuad timnas Indonesia masih kurang pengalaman. Kami kebobolan pada awal laga karena pemain masih gugup.” Masalah mental pemain Indonesia kini jadi sorotan. Sebenarnya masalah mental pemain Indonesia yang tidak cukup baik sudah dapat terlihat saat leg ke-2 kontra Singapura pada beberapa waktu lalu. Indonesia yang kalah itu dalam posisi sangat diuntungkan karena Singapura harus kehilangan 2 pemain (sebelum kipper Singapura akhirnya juga mendapat kartu merah), tidak mampu menampilkan permainan yang apik, justru malah kualaan menghadapi serangan Singapura dengan hanya 9 pemain. Beruntung, tendangan pinalti Singapura tidak membuahkan gol, dan masih beruntung kemenangan berpihak pada Indonesia malam itu. Perasaan gugup memang sangatlah manusiawi, apalagi di tengah usia yang masih relatif muda. Namun, kembali pada profesionalitas, masalah mental tidak bisa dijadikan alasan untuk sebuah kekalahan.

Memiliki masalah utama dengan mental nampkaknya bukan hanya milik atlet sepak bola saja. Masih hangat dalam ingatan bagaimana tiga turnamen Badminton World Federation (BWF) terakhir tidak begitu memuaskan bagi timnas bulutangkis Indonesia. Tiga kali berturut-turut di gelar di tempat yang sama (Indonesia Master, Indonesia Open, BWF World Tour Final) hanya menyisakan the minions dan greysia-apriani di laga puncak, itu pun hanya berhasil menggondol satu gelar juara. Jelas ini menjadi catatan penting bagi dunia perbulutangkisan Indonesia. Bagaimana bisa pemain yang diharapkan minimal masuk final, sudah terlebih dahulu kandas di babak penyisian? Lebih ironisnya mereka dikalahkan oleh pemain yang notabene masih di bawah peringkat mereka. Secara skill individu, permainan dan rangking jelas mereka unggul, tapi mental? Maka penting kiranya untuk menumbuhkan mental yang kuat pada atlet muda Indonesia agar masalah-masalah non teknis seperti gugup, takut, dan mental down dapat diatasi dengan baik.

Supporter yang punya mental kuat

Dalam dunia olahraga, tidak hanya atlet yang diharuskan memiliki mental yang kuat. Para supporter nya pun harus punya mental yang kuat. Saya haqqul yakin, banyak pendukung timnas Indonesia yang tadi malam ikut mencak-mencak melihat peluang gol di depan mata yang tak jua menghasilkan angka, atau saat pemain belakang Indonesia yang gagal menutup area pertahanan dan membuat Chanathip justru lebih leluasa mencetak dua gol sekaligus. Oke, it’s quite normal. Yang tidak normal adalah ketika merayakan kemenangan yang terlalu dini oleh sebagai besar pendukung timnas. Ingat, tragedi meme Asnawi setelah tendangan pinalti dari Faris Ramli gagal merobek gawang Indonesia? Seluruh jagat media sosial heboh, turut merayakan kemenangan semu yang kemudian Semesta punya caranya sendiri untuk membalasnya. Dan memang terbukti semalam jagat meme dan media sosial agak lebih sepi dari sebelumnya, hanya beberapa supporter yang terbukti punya mental yang kuat yang bisa tetap tegap berdiri memberikan dukungan sepenuhnya melalui kata-kata semangat. Penyakit heboh di awal, dan kemudian melempem saat kalah yang ditujukan oleh sebagai besar pendukung timnas ini turut mempengaruhi ekosistem sepak bola Indonesia.

Ya, gimana mau maju, mindsetnya aja masih belum diajak maju? Terus gimana dong solusinya? Mulailah jadi supporter yang elegan di awal, dan (baru kamu bisa) full of euphoria di akhir. Daripada udah jingkrak-jikrak di awal, tapi malu di akhir? Iya kan ? Nah, kalau sudah bisa, coba upgrade skill mu dengan mulai jadi supporter cerdas. Cari tahu statistik pertandingan, sepak terjang tim lawan dan pertandingan terakhirnya. Jangan-jangan tim yang kamu yakin akan menang itu, memang berada jauh di bawa level tim lawan yang memang pantas mendapatkan kemenangan. Terakhir ikhlas. Yakin, deh semakin kamu sering terlatih melihat kekalahan, lambat laun kamu akan muda menyikapi kegagalan--tidak hanya sebatas gagal menyaksikan tim kesayangan mengangkat tropi, tapi semua keadaan sulit yang mampir di hari-harimu akan terasa ringan untuk dilewati. “Ah, elah” begitu bunyi akhirnya.

Pentingnya Mental Kuat bagi Generasi Muda

Membicarakan tentang mental, memang tidak akan jauh-jauh dari perbincangan sosok generasi muda. Konon katanya, anak muda dipercaya masih punya emosi yang nir stabil. Di satu sisi, ini adalah sumber kekuatan yang baik, namun di sisi yang lain dapat menghancurkan diri sendiri. Bayangkan kamu seorang pelari sprint. Kamu masih di posisi yang pertama saat ini, sampai 10 meter sebelum garis finish mendadak jantungmu berdegup begitu kencang, tak kuasa melihat garis merah yang tepat lurus di pelupuk matamu. Kamu semakin tak terkendali, jantungmu makin kencang berdegup wal hasil mempengaruhi sinergi otak dan kakimu.  Derr, 1 detik terakhir seorang pelari berhasil mendahului mu dari posisi pertama. Banyangkan hanya perlu satu detik masalah mental ini bisa menghancurkan mimpi-mimpimu, membuat latihanmu berhari-hari sebelumnya nampak tak ada artinya. Hanya dalam satu detik!

Di kehidupan sehari-hari, entah sudah berapa kali kita kehilangan kesempatan hanya karena kita tidak siap mental. Usia muda bukan alasan tidak mempunyai mental yang kuat. Masalah mental dapat dipelajari dan dikendalikan terlepas pengalaman juga memberikan peran yang penting. Pengalaman, bukan usia ya ! Banyak anak usia muda yang sudah punya berbagai pengalaman dalam mengatasi masalah mental. Begitu sebaliknya, yang tua juga belum tentu berpengalaman mengatasi hal tersebut. Intinya harus terus belajar mengendalikan diri. Memiliki mental yang kuat di usia muda sangat membantu kaitannya dalam peningkatan skill. Seorang dengan mental yang kuat cenderung mudah untuk mengendalikan diri bahkan di situasi yang sulit. Hal ini membuat kesempatan untuk mendapatkan keberhasilan lebih terbuka lebar dibandingkan dengan mereka yang tidak terlatih untuk mengendalikan mental.

Menyikapi Kekalahan Timnas Indonesia dan Pentingnya Punya Mental Kuat bagi Generasi Muda Menyikapi Kekalahan Timnas Indonesia dan Pentingnya Punya Mental Kuat bagi Generasi Muda Reviewed by Sarjana Sastra on 23:14 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.