Cela Drakor yang Bisa Bikin Persinemaan Indonesia Bangkit Lagi

    


Sudah menjadi rahasia umum bahwa menonton drama korea lebih menarik bin greget ketimbang nonton sinetron buatan anak bangsa. Dari pantauan saya yang akhir-akhir ini jadi ikutan nonton drakor (drama korea) sejak film-film lawas Hollywood di trans tv dan global tv sudah banyak yang tergantikan oleh drakor, dan juga hasil banding dengan pacar saya yang juga pecinta drakor - menyimpulkan bahwa dalam beberapa hal drama korea memang lebih unggul ketimbang sinetron Indonesia. Dalam drama korea alur ceritanya tidak mudah ditebak, pendalalaman karakter oleh pemainnya juga bagus dan yang terpenting durasi episode yang ditampilkan tidak terlalu panjang bin njelimet. Coba bandingkan dengan sinetron Indonesia yang alurnya kurang lebih gak sengaja tabrakan – jatuh cinta – salah paham – minta maaf – menikah atau ekspresi pemainnya yang harus melotot-lotot dulu agar terlihat marah,  ditambah lagi dengan jumlah episode yang hampir bisa dipakai buat nyicil sepeda motor. Hmmm..  sinetron Indonesia.

Namun, sepandai-paindainya youtuber membuat konten pasti pernah mengalami blunder juga. Begitu juga dengan drakor, meski menyandang status sebagai tontonan paripurna selama we. ef. ha ternyata drakor juga punya cela. Yang mana jika cela ini dimanfaatkan dengan baik oleh para sineas Indonesia bukan tidak mungkin dunia persinemaan kita yang sudah lama mati suri sejak layar kaca didominasi oleh emak-emak yang ditinggal kawin lagi oleh suaminya - bisa berjaya lagi di negeri sendiri. Eaaa.. Semoga para sineas kita nonton, ya. Cuma butuh waktu 3 menit untuk membaca tulisan ini sampai selesai dan kemudian merenungi kembali apa yang harus diperbaiki untuk membuat tontonan kita jadi lebih manusiawi. Setidaknya dalam kaca mata saya sebagai orang yang baru-baru ini ikutan nonton drakor yang juga sudah lama miris dengan dunia persinemaan Indonesia, saya mencatat setidaknya ada tiga cela yang terdapat dalam drakor.

            Akhir Cerita yang Terlalu Gamblang

Buat kamu pecinta drakor pasti tidak asing dengan skema umum ini. Banyak drakor yang punya adegan pembuka dan konflik tengah yang bagus, namun ditutup dengan akhir yang kering dan hambar. Hal ini karena penyelesaiannya acapkali dibuat terlalu jelas melalui narasi yang disuarakan aktor utama. Dalam The Word of The Married misalnya, drakor yang dianggap paling relate dengan ftv indosiar ini sebenarnya punya konflik pembuka dan bagian tengah yang baik. Di bagian pembuka, Ji Sun Woo seorang dokter yang sukses dihianati oleh suaminya Lee Tae Oh karena hadirnya pelakor. Konflik yang dialami Lee Joon Young sebagai anak dari keluarga broken home menjadi konflik tengah yang cukup bangus. Namun, lihat episode terakhirnya. Hampir satu episode penuh dihabiskan oleh narasi panjang Ji Sun Woo untuk mengakhiri cerita yang menurut saya enggak banget. Selain mengecewakan penonton karena dianggap ‘ohh cuma gitu doang’, keputusan untuk membuat akhir seperti ini menunjukkan drakor belum mampu membuat penutup yang aduhai.

 Real Action yang Kurang

             Meski bukan pecinta drakor, namun saya ingat beberapa drakor yang saya tonton hampir tidak pernah menampilkan adegan real action yang keren. Paling banter cuma tonjok-tonjokan alay karena sasarannya meleset atau ada adegan yang dipotong dan langsung memperlihatkan lawannya yang kalah. Padahal sebagai penggemar Iko Uwais, saya berharap akan ada adegan adu jotos yang keren,  tubuh terbanting menembus kaca atau minimal bogeman maut menghantam muka lawan yang dibuat slow motions. Ini yang membuat kaum adam Indonesia merasa jijik nonton drakor karena pemain filmnya kurang terlihat mbois, kurang gentle dan enggak menly. Dalam film genre romantis sekalipun saya pikir akan terasa hambar kalau tidak ada kontak fisik. Saat saya konfirmasi pada pacar saya mengapa drakor tak banyak menampilkan adegan perkelahian yang keren, dia menjawab enteng. "Sayang muka Oppa nya dong. Sudah glowing dan perawatan mahal-mahal masak harus dibuat jontor." Hehehe, muka Oppa-oppa mah beda lah yaa..

Can’t Relate with Us

            Yakin deh, hampir seribu persen dari kamu pecinta drakor jadi bucin karena selalu menghayal punya pacar seperti oppa-oppa korea. Gaes, gaes ini yang membuat kalian para drakorress banyak yang jomblo. Kriteria kalian ketinggian, kaka. Ngak sesuai sama kenyataan orang Indonesia yang masa kecilnya suka mandi di kali dan sering lupa gak pakai deodorant saat kondangan. Meski sama-sama mustahil  akan lebih muda bagi kamu untuk membayangkan punya pacar berkulit sawo matang dan masih doyan makan pecel ayam di pinggir jalan kaya Iqbal Ramadhan ketimbang punyar pacar glowing dan tinggi semampai yang biaya perawatan wajahnya hampir menyamai biaya hidup anak kosant setahun. Akan lebih mudah bagi kamu ngebayangin romansa indah masa pacaran di atas motor honda beat dengan ditemani hujan rintik-rintik yang membuatmu semakin mengeratkan pelukan ketimbang membayangkan pelukan mesra dengan di temani salju yang mulai turun di Pulau Nami ala-ala film Winter Sonata.

Kenyataannya meski sudah mendapatkan gelar k-pop sejatee, tapi saya hakul yakin bahwa dalam hati kecil mereka merindukan sinetron Indonesia yang bisa menghibur dan dekat dengan kehidupan pribadinya. Karena bagaimanapun juga momen guling-guling karena teringat tempat, nama jalan, dan nostalgia masa-masa indah pacaran dengan mantan adalah kenangan yang mahal. Dan hal ini belum mereka dapatkan dalam serial drama korea manapun.

Cela Drakor yang Bisa Bikin Persinemaan Indonesia Bangkit Lagi Cela Drakor yang Bisa Bikin Persinemaan Indonesia Bangkit Lagi Reviewed by Sarjana Sastra on 18:33 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.