PILKADES : Semua Punya Peluang yang Sama
PEMILIHAN KADES
Karya : Apriunus Salam
Dalam waktu dekat desa kami akan mengadakan
pemilihan Kepala Desa. Hal ini membawa ketegangan tersendiri bagi desa kami. Menurut
isu-isu yang hingga hari ini semakin santer. Ada tiga calon kuat yang akan
bertarung memperebutkan kursi. Pertama, Ir. Soehartono. Seorang sarjana
pertanian, tapi yang pasti saat ini bekerja sebagai pedagang. Kedua, Umar
Hadi, S.H. Sarjana hukum yang memilih
bekerja sebagai guru agama pada sebuah SMU dan ketiga, Drs. Bayu Emce sarjana
olahraga yang bekerja pada sebuah bengkel sepeda motor.
Mereka semua sudah
berkeluarga. Ir. Soehartono sejauh ini
diketahui hanya memiliki satu orang istri dengan tiga orang anak, dan terhitung
sebagai pedagang yang sukses. Umar Hadi, S.H,. walau cuma guru pada sebuah SMU
swasta, tapi hidupnya kecukupan dengan dua orang anak. Drs. Bayu Emce juga tidak dapat dikatakan
sebagai orang yang tidak sukses. Apalagi istrinya bekerja sebagai guru pada
sebuah sekolah dasar. Anak Drs. Bayu Emce juga dua.
Di atas kertas, mereka
merupakan kandidat yang seimbang. Jelas, setiap orang punya jago sendiri-sendiri.
"Kita bisa berharap
banyak dari Pak Soehartono. Orangnya sudah kaya. Kalau ia jadi Kades, dia tak bakal
korupsi. Untuk apa dia harus korupsi", ungkap seseorang. Hampir semua
orang tahu yang berkata tersebut masih ada hubungan famili dengan Ir.
Soehartono.
"Tidak ada jaminan
sama sekali apakah orang yang sudah kaya itu masih ingin korupsi atau tidak. Lumayan
Pak Umar Hadi. Dia orang yang saleh. Saya kira dia orang yang tahu apa itu
dosa. Bayangkan kalau pemimpin kita tidak mengenal apa itu dosa. Maka jangan
salahkan kalau suatu ketika kelak dia akan menghalalkan apa saja," ungkap
yang lain tak kalah sengit sembari tertawa.
"Siapa tahu."
"Yang pakai kopiah tapi bajingan banyak
Mas."
Sayang , sejauh ini tidak ada yang secara
khusus membicarakan kelebihan Drs Bayu Emce. Kalau ada cuma selentingan. Orang mengatakan
bahwa Pak Bayu Emce itu pandai bermain bulu tangkis dan sepak bola.
"Cemesannya seperti Liem Swie King." Begitu beberapa orang pernah
berseloroh. Kemudian, entah mengapa biasanya pembicaraan
beralih pada persoalan sepak bola.
Namun, bukan itu nian
yang menjadi fokus pembicaraan masyarakat berkaitan dengan pemilihan Kades.
Yang lebih menarik adalah pembahasan janji-janji kampanye yang ditawarkan oleh
ketiga kontestan kades itu.
Belum lama berselang misalnya,
Umar Hadi S, H. menyebarkan semacam pamflet yang berisi rencana kerjanya jika
kelak ia terpilih menjadi lurah. Ada tujuh janji yang ditawarkan oleh Umar
Hadi S, H. Pertama, penertiban dan pemudahan urusan administrasi masyarakat.
Kedua, pemaksimalan dana pembangunan yang dimiliki desa. Ketiga, peningkatan
keamanan dan kebersihan. Keempat meningkatkan ketakwaan dan suasana religius.
Kelima, membangun masyarakat demokratis.
Selebaran yang dibuat
oleh Ir. Soehartono lebih gila-gilaan lagi. Ia menyebar beratus lembar kertas
manila ukuran satu kali setengah meter warna-warni tentang program kerjanya.
Kertas itu ditempel di dinding-dinding rumah penduduk, papan-papan pengumunan,
bahkan pagar-pagar. Desa kami jadi warna warni. Paling tidak beberapa hal
penting perlu diutarakan dari kampanyenya. Antara lain, Pertama, semua yang
dijanjikan oleh calon Kades Umar Hadi S, H., . Kedua, pokoknya semua yang
baik-baik, yang konstruktif, yang selama ini diidam-idamkan oleh masyarakat,
akan direalisasikan.
* * *
Di dalam sebuah rumah, Drs Bayu Emce menjadi
ragu-ragu sendiri apakah ia perlu meneruskan niatnya sebagai calon kades atau
tidak. Sejauh ini ia tidak punya program yang menarik yang perlu ia tawarkan
kepada masyarakat. Dulu ia mencalonkan diri lebih karena dorongan beberapa
temannya yang mereka tahu bahwa dalam banyak hal Drs. Bayu Emce memenuhi syarat
menjadi Kades. Bagaimana pun ia seorang
sarjana. Tak perlu dipersoalkan sarjana apakah itu. Nasib saja yang
menjerumuskannya bekerja pada sebuah bengkel motor.
"Asal saja Yu. Buat ramai-ramai. Toh kita tidak
dirugikan. Kita tidak perlu mengeluarkan biaya. Kalau terpilih diterima
dengan baik. Kalau tidak, tidak apa-apa. Tidak perlu merasa bersaing,"
Bapaknya menentramkan hati Drs. Bayu Emce.
Drs. Bayu Emce manggut-manggut. Penjelasan Bapaknya, menyebabkan
keraguan yang selama ini menyesakkan dadanya perlahan kempes. Ia menjadi lebih
rileks. Umar Hadi, S.H memutuskan, tidak
perlu memikirkan secara serius pemilihan kades yang secara langsung melibatkan
dirinya sebagai calon. Ia bekerja sebagaimana biasa. Kalau longgar waktu, sore
hari ia bermain bulu tangkis. Sempat pula ia memperkuat tim sepak bola
kampung melawan desa tetangga. Walau kalah, ia sempat mecetak sebuah gol.
Kalau ada kumpul-kumpul Drs.
Bayu Emce orang yang paling setia
menjadi salah satu perserta. Sebetulnya, ini kesempatan baik baginya untuk
sekedar kampanye. Sayang, ia tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Ia memilih bermain remi atau sam gong.
Bahkan, tidak jarang jika ada panggung
dangdut di desa itu, ia ikut berjoget.
"Kalau badminton
atau sepak bola, bolehlah. Tapi kalau main kartu dan ndangdutan, ya malu-maluin
toh Mas!", suatu hari istri Drs. Bayu Emce menegurnya. Drs. Bayu Emce diam saja kalau ditegur istrinya. Sebetulnya,
ada beberapa alasan mengapa ia melakukan itu. Seperti biasa ia lakukan sejak
muda dulu. Alasan itu belum diutarakan kepada istrinya. Ia khawatir, apa yang
ia pikirkan kelak tidak terbukti.
* * *
Pemilihan kades itu
akhirnya terlaksana juga. Sudah dapat diduga, siapa yang memenangkan perebutan
tampuk kekuasaan siapa lagi kalau bukan Drs. Bayu Emce . Ini persoalan politik
yang tidak sulit. Walaupun ada sejumlah kecil orang yang kecewa, tetapi secara
umum masyarakat menyambutnya dengan bersuka ria. Herannya, Drs. Bayu Emce justru tidak gembira, ia kecewa. "Ini
edan." katanya pada temannya.
Dan orang yang paling
heran adalah istri Drs. Bayu Emce sendiri.
"Lho, kok
bisa?"
"Ini yang dulu
pernah aku khawatirkan. Masyarakat kita sudah jenuh dan bosan dengan janji-jani
program yang kenyataanya tidak pernah
ada kenyataannya. Mereka tidak perlu dihibur dengan janji yang muluk-muluk.
Mereka perlu hiburan yang sesungguhnya. Mungkin mereka melihat, akulah orang
yang bakal mampu mengakomodasi itu," papar Drs Bayu Emce meyakinkan.
"Tapi, bagaimana
ya...." Drs. Bayu Emce agak ragu
dengan dirinya sendiri.
"Lokoni saja Mas.
Mas harus membuktikan bahwa Mas memang pantas menjadi Kades. Karenanya, paling
tidak Mas harus memiliki program kerja juga. Tidak mungkin masyarakat cuma
diajak berolahraga dan ndangdutan. Itu konyol!"
"Itulah yang ingin
aku diskusikan dengan kamu. Sebetulnya aku tidak tahu banyak urusan-urusan
pemerintahan desa. Kau kan tahu aku sendiri cuma sampai sekolah berapa. Di
bangku sekolahku dulu, tidak ada pelajaran khusus untuk itu." Mata Drs.
Bayu Emce menerawang. Istrinya
tersenyum.
Malam menjelang
larut. berdiskusi panjang dengan
istrinya. Istri Drs. Bayu Emce memutuskan menjadi notulen dan mencatat beberapa
hal penting pada diskusi terbatas itu. Menjelang tidur, ia menyodorkan secarik
kertas kepada suaminya.
"Bagaimana kalau
program kerjanya seperti ini."
Sambil tiduran Drs. Bayu
Emce membaca. Walaupun tidak persis
betul, tetapi seingatnya, sebagian besar program kerja itu tidak terlalu jauh
menyimpang seperti yang pernah dijanjikan oleh calon Kades lainnya. Kalau boleh
dikatakan berbeda, cuma poin bahwa akan digalakkan pertandingan olah raga antar
kampung, dan akan dihidupkannya kelompok-kelompok kesenian.
* * *
Hari pelantikan Kades pun
tiba. Drs. Bayu Emce berjanji pada dirinya, pada pidato sambutannya, ia akan
membacakan beberapa rencana kerja seperti ditulis istrinya dalam secarik kertas
yang disimpan dengan baik pada kantong bajunya. Walau begitu, ia akan melihat
situasi dan kondisi. Apakah hal tersebut mungkin atau tidak. Ada kecemasan
dalam dirinya, jangan-jangan itu hanya akan menjadi beban bagi dirinya kelak.
"Penertiban urusan administrasi. Keuangan. Peningkatan suasana religius.
Wah apa-apaan ini. Celaka!"
Saatnya tiba. Drs.
Bayu Emce harus memberi sambutan. Dengan
ragu- ragu ia berjalan ke podium. Semua mata tertuju kepadanya. Sebagian besar
memberikan tepukan. Sebagian lain bersuit-suit.
"Tidak salah."
"Meyakinkan!"
"Ini baru
Kades."
"Saudara-saudara
sekalian." Hadirin menghentikan kegembiraannya.
"Terimakasih atas
kepercayaan yang diberikan kepada saya. Mudah-mudahan saya dapat mengemban
amanat yang diberikan kepada saya," Drs. Bayu Emce berhenti sejenak. Ia seperti mendapat
inspirasi.
"Kalau boleh, perkenankan saya tidak
memberikan janji-janji apapun." Ia menoleh pada seseorang.
Dengan girang Drs. Bayu
Emce melanjutkan. "Bagaimana jika
hari pelantikan ini kita isi dengan Nadandutan saja, bagaimana ?"
Tepuk tangan sorak sorai
bersahutan. Semua hadirin berdiri. Lagu ndandutan pun diputar lewat sebuah
tape, berkumandanglah lagu yang cukup popoler . Aku bukan pengemis cinta... semua orang berjoget, Drs Bayu emce yang
paling semangat.
Yogyakarta,
1997
Dikutip dari Antologi Cerpen dan puisi
Indonesia Modern “Gerbong “
PILKADES : Semua Punya Peluang yang Sama
Reviewed by Sarjana Sastra
on
05:47
Rating:
No comments: