Meninjau Ulang Kualitas Sembahyang Melalui Puisi ; Sembahyang Rumputan
Berbicara
tentang salah satu genre puisi di Indonesia selain puisi-puisi yang bertemakan
cinta, kemelaratan ibukota dan nasionalisme, puisi religi adalah salah satu
jenis puisi yang cukup banyak ditemui. Hal ini tidak lepas dari peran negara Indonesia
sebagai negara pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Kemunculan
penyair-penyair dengan semangat dakwah islami seperti Buya Hamka, Asma Nadia,
Helvy Tiana Rosa dkk semakin menambah jumlah daftar panjang puisi-puisi religi
dalam dunia sastra Indonesia. Dari sekian
banyak puisi religi yang sudah ada mungkin puisi “Sembahyang Reruputan” milik Ahmadun Yosi Herfanda bisa jadi puisi
yang paling sering kita dengar sebagai salah satu referensi. Sebab selain makna
yang begitu mendalam dalam setiap baitnya, puisi ini juga memiliki makan
sufistis yang cukup menarik untuk dibahas. Untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana penyair memaknai setiap bait-bait puisi yang telah dibuat mari kita
perhatikan beberapa potongan bait dalam puisi sembahyang rerumputan berikut.
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis puisi ini adalah pendekatan
obyektif dengan menekankan makna yang terkandung dalam setiap baitnya.
Puisi
sembahyang reruputan mengisahkan tentang kualiatas sembahyang seorang hambah
kepada Tuhannya. Sembahyang seorang hamba yang dalam kondisi apapun akan tetap
dilaksanakan dan tidak akan bisa dihalang-halangi dengan apapun. Seperti yang
tertuang dalam bait ;
walau
kau bungkam suara adzan
walau kau gusur rumah-rumah tuhan
kata
adzan dan rumah-rumah tuhan yang mengacuh pada tempat ibadah merupakan salah
satu hal paling fundamental dalam beribadah (sholat). Adzan menandahkan mulai masuknya
waktu-waktu sembahyang, sedangkan tempat ibadah merupakan sarana yang mengantarakan
seorang hamba menujuh Tuhannya. Penyair dalam puisi ini ingin menunjukkan
meskipun suara adzan yang merupakan pertanda masukanya sembahyang dhilanghkan
(dibungkam) ataupun tempat ibadah mereka digusur tidak akan menghentikan
seorang hambah untuk sembahnya seperti dalam bait selanjutnya
aku
tidak akan berhenti sembahyang
Hal
ini karena kecintaan seorang hamba yang begitu mendalam kepada Tuhannya yang
kemudian semakin diperjelas dengan salah satu kutipan bacaan sembahyang dalam
bahasa arab yang kurang lebih artinya segala hidup dan matinya seorang hambah
hanyalah untuk Tuhannya.
Sembahyangnya
seorang hamba dalam puisi ini juga digambarkan sebagai sembahyang penyerahan
jiwa dan badan. Frasa penyerahan jiwa dan badan merujuk pada tindakan
seorang hamba dalam puisi ini yang tidak lagi mengenal rasa lelah, capai dan
akan sangat habis-habisan agar dapat melaksanakan sembahyang. Sembahyang tidak
lagi dimaknai sebagai ritual harian saja melainkan penyerahan jiwa mereka kepada tuhan
yang mana mereka akan melakukan apa saja demi cintanya kepada tuhan, dalam hal
ini sembahyang. Seorang hamba mengibaratkan sembahyang mereka seperti sebuah
tenaman rumput. Tanaman rumput dipilih cocok untuk mengambarkan kualitas sembahyangnya.
Seperti tumbuhan rumput yang tidak akan roboh diterpa badai dan topan seperti itulah seorang hambah
akan tetap teguh dalam sembahyangnya karena rasa cinta yang begitu mendalam
sampai mengakar dan menguruat di bumi
topan
menyapu luas padang
tubuhku
bergoyang-goyang
tapi
tetap teguh dalam sembahyang
akarku
mengurat di bumi tak berhenti mengucap shalawat nabi
Tidak
hanya akan habis-habisan dalam melaksanakan sembahyang, seorang hamba dalam
puisi ini juga tetap tidak akan berhenti sembahyang meskipun seseroang berusaha
untuk menghancurkannya, menghilangkannya atau berusaha menyingkirkannya.
Seorang hamba dalam pusi ini percaya bahwa meskipun dirinya coba untuk
dihilangkan dari muka bumi namun ajaran-ajarannya akan tetap hidup bahkan akan
lebih berkembang dan menjadi besar melebihi sebelumnya. Seperti yang termaktup
dalam kutipan bait berikut
walau
kau tebang aku
akan
tumbuh menjadi rumput baru
walau
kau bakar daun-daunku
akan
bersemi melibihi dulu
Pada
akhirnya sembahyangnya seorang hamba dalam puisi ini merupakan kontemplasi antara
hubungan seorang hambah dengan tuhannya dan hubungan seorang hambah dengan
sesamanya. Sembahyangnya seorang hambah tidak lagi menyangkut hubunganya dengan
tuhan, melainkan bagaimana seorang hamba
dapat menjalin hubungan dengan sesamanya serta menebarkan manfaat bagi
sekelilingnya yang digambarkan dalam manfaat rumputan bagi makhluk di
sekitarnya dan seharusnya seperti itulah seorang hambah kepada sesamanya.
pada
kambing-kambing dan kerbau
daun-daun
hijau kupersembahkan
pada
tanah akar kupertahankan
agar
tak kehilangan asal keberadaan
Di
akhir puisinya seorang hambah dalam bait selanjutnya kembali mengibaratkan
dirinya seperti rumputan yang meskipun ia berada di tempat terendah, namun sembahyang
dan ibadahnya sampai pada tingkat paling tinggi di bumi dan jagat raya karena
seluruh geraknya, aktivitasnya adalah sembahyang.
di
bumi terenda aku berada
tapi
zikirku menggema mengetarkan jagat raya
Bagaimana sobat sarjana sastra, apakah sembahyang kita sudah sampai pada tahap sembahyang seperti pada puisi ini ? Tentu sobat sarjana sastra sendirilah yang lebih mengetahuinya.
Meninjau Ulang Kualitas Sembahyang Melalui Puisi ; Sembahyang Rumputan
Reviewed by Sarjana Sastra
on
22:12
Rating:
No comments: